Kamis, Agustus 30, 2012 -
2 comments
saya takut hidup di jakarta
cerita pertama:
Setelah
makan siang di restoran di bilangan Sudirman, saya jalan kaki pulang ke
kantor bersama seorang temen sekantor. Kami memutuskan untuk jalan kaki
karena selain tempatnya ga terlalu jauh, jam makan siang di Jalan
Jenderal Sudirman selalu macetnya parah.
Nah, lagi asyik-asyiknya jalan sambil ngobrol ngalor ngidul, tiba-tba terdengar klakson motor kenceng banget di belakang kami. Karena merasa aman sudah berjalan di trotoar, kami ga ambil pusing dengan suara klakson itu. Sekonyong-konyong suara klakson dan gas ditekan sangat kenceng sudah berada beberapa senti di belakang kami.
“Wooi!!! Minggir! Mau mati lo?!!! teriak si pengendara motor.
Rupanya karena terlalu macet, banyak motor naik ke atas trotoar untuk mencari jalan. Karena ga merasa bersalah, kami pura-pura ga denger dan juga ga mau minggir. Begitu juga para pejalan kaki yang lain. Dan apa yang terjadi?
Brak! Pengendara motor itu tiba-tiba menghantamkan helmya ke punggung saya keras banget. Saya tentu saja marah bukan main dan menghampiri pengendara motor tersebut.
“Heh ngapain lo mukul gue?” bentak saya.
“Kenapa lo ga minggir? Lo mau mampus ya? Udah tau gue mau lewat.” Habis bekata begitu dia memasang posisi berantem dengan helm sebagai senjata.
“Eh Tong, ini trotoar. Lo udah salah kenapa malah lo yang marah?” Saya bales membentak.
“Lo kan liat jalanan macet. Ngalah dikit dong sama motor yang mau lewat.” Dia malah ngebalas lebih galak lagi.
“Hei Tong. Yang namanya trotoar itu buat pejalan kaki, sana lo balik lagi ke jalan.” sahut saya kesel banget.
“Lo mau jadi jagoan ya? Lo ga tau siapa gue ya?” Orang itu semakin murka dan mendorong tubuh saya, tapi kali ini saya udah siap. Saya ngeles ke samping lalu balas ngedorong badannya. Si pengendara motor terhuyung lalu menyerang lagi dengan helmnya. Dan ga lama kemudian terjadilah perkelahian di atara kami.
Beberapa orang dari kerumunan berusaha memisahkan kami. Dan ga lama kemudian ada polisi dateng dan turut membantu memisahkan kami. setelah suasana reda, polisi menanyakan penyebab perkelahian pada semua orang. Setelah itu dia menghampiri si pengendara motor.
“Kamu yang salah!” hardik Si Polisi, “Udah tau trotoar buat pejalan kaki, kamu bisa saya tilang tau?”
“Silakan kalo mau tilang tapi bapak juga harus menilang mereka semua.” kata Si Pengendara motor seraya menunjuk puluhan motor yang juga ada di atas trotoar.
Si Polisi keliatan kebingungan.
“Jangan main-main sama saya. saya ini pengacara!!” kata orang itu lagi menggeretak Si Polisi.
Lucunya bukannya menindak orang itu, Si Polisi malah nyamperin saya, “Kamu yang salah. Kenapa kamu ga membiarkan orang lain lewat?”
Lah? Gimana sih ini polisi? Bukannya polisi yang bikin peraturan berlalu-lintas? Saya yang ga ngelanggar aturan kok ikut-ikutan disalahin?
“Loh bukannya Bapak yang bilang tadi kalo trotoar buat pejalan kaki?”
“Iya betul tapi kalo kamu ngalah sedikit, keributan ini tidak perlu terjadi. Jadi kamu yang menyebabkan keributan.” sahut polisi ini lagi.
Sontoloyo! Kalo penegakan hukum harus diselipin sama kompromi ya pantes aja hukum ga jalan. Pantes aja orang ga takut melanggar peraturan dan undang-undang.
Nah, lagi asyik-asyiknya jalan sambil ngobrol ngalor ngidul, tiba-tba terdengar klakson motor kenceng banget di belakang kami. Karena merasa aman sudah berjalan di trotoar, kami ga ambil pusing dengan suara klakson itu. Sekonyong-konyong suara klakson dan gas ditekan sangat kenceng sudah berada beberapa senti di belakang kami.
“Wooi!!! Minggir! Mau mati lo?!!! teriak si pengendara motor.
Rupanya karena terlalu macet, banyak motor naik ke atas trotoar untuk mencari jalan. Karena ga merasa bersalah, kami pura-pura ga denger dan juga ga mau minggir. Begitu juga para pejalan kaki yang lain. Dan apa yang terjadi?
Brak! Pengendara motor itu tiba-tiba menghantamkan helmya ke punggung saya keras banget. Saya tentu saja marah bukan main dan menghampiri pengendara motor tersebut.
“Heh ngapain lo mukul gue?” bentak saya.
“Kenapa lo ga minggir? Lo mau mampus ya? Udah tau gue mau lewat.” Habis bekata begitu dia memasang posisi berantem dengan helm sebagai senjata.
“Eh Tong, ini trotoar. Lo udah salah kenapa malah lo yang marah?” Saya bales membentak.
“Lo kan liat jalanan macet. Ngalah dikit dong sama motor yang mau lewat.” Dia malah ngebalas lebih galak lagi.
“Hei Tong. Yang namanya trotoar itu buat pejalan kaki, sana lo balik lagi ke jalan.” sahut saya kesel banget.
“Lo mau jadi jagoan ya? Lo ga tau siapa gue ya?” Orang itu semakin murka dan mendorong tubuh saya, tapi kali ini saya udah siap. Saya ngeles ke samping lalu balas ngedorong badannya. Si pengendara motor terhuyung lalu menyerang lagi dengan helmnya. Dan ga lama kemudian terjadilah perkelahian di atara kami.
Beberapa orang dari kerumunan berusaha memisahkan kami. Dan ga lama kemudian ada polisi dateng dan turut membantu memisahkan kami. setelah suasana reda, polisi menanyakan penyebab perkelahian pada semua orang. Setelah itu dia menghampiri si pengendara motor.
“Kamu yang salah!” hardik Si Polisi, “Udah tau trotoar buat pejalan kaki, kamu bisa saya tilang tau?”
“Silakan kalo mau tilang tapi bapak juga harus menilang mereka semua.” kata Si Pengendara motor seraya menunjuk puluhan motor yang juga ada di atas trotoar.
Si Polisi keliatan kebingungan.
“Jangan main-main sama saya. saya ini pengacara!!” kata orang itu lagi menggeretak Si Polisi.
Lucunya bukannya menindak orang itu, Si Polisi malah nyamperin saya, “Kamu yang salah. Kenapa kamu ga membiarkan orang lain lewat?”
Lah? Gimana sih ini polisi? Bukannya polisi yang bikin peraturan berlalu-lintas? Saya yang ga ngelanggar aturan kok ikut-ikutan disalahin?
“Loh bukannya Bapak yang bilang tadi kalo trotoar buat pejalan kaki?”
“Iya betul tapi kalo kamu ngalah sedikit, keributan ini tidak perlu terjadi. Jadi kamu yang menyebabkan keributan.” sahut polisi ini lagi.
Sontoloyo! Kalo penegakan hukum harus diselipin sama kompromi ya pantes aja hukum ga jalan. Pantes aja orang ga takut melanggar peraturan dan undang-undang.
Yang kedua:
Kali
ini yang dapet masalah bukan saya. Tapi saya ngeliat sendiri
peristiwanya dari dekat. Saya baru pulang makan malam di Restoran Nasi
Goreng Kemang sama seorang temen. Pulangnya saya berenti di lampu merah
yang menghadap ke arah McDonald. Di paling depan ada beberapa motor yang
keliatannya merupakan satu rombongan, lalu di belakangnya sebuah mobil
APV warna hitam dan mobil saya tepat setelah APV tadi.
Ketika lampu hijau menyala, motor-motor yang ada di paling depan tidak juga beranjak. Kayaknya para pengendara itu terlalu asyik ngobrol satu sama lain. Setelah menunggu beberapa detik, supir APV jadi kurang sabaran dan langsung ngelakson berkali-kali. Dan apa yang tejadi?
Bukannya beranjak dari situ, para pengendara motor malah murka. Mereka menyetandard motornya di tengah jalan lalu sekitar 8 orang melepaskan helmnya. Selanjutnya terdengar suara Brak…bruk…brak…bruk!!!!
Seperti adegan di film-film Hollywood, rombongan anak muda itu menghantam mobil APV dengan ganas. Mobil malang itu penyok-penyok dan semua lampu depan dan belakang hancur berantakan. Pengemudinya ketakutan bukan main sehingga memutuskan untuk tetap tinggal di dalam mobil.
Puas menghancurkan mobil, semua anak muda itu kembali ke motornya dan meninggalkan tempat itu bagai jagoan di film-film koboy. Astaghfirullah!
Ketika lampu hijau menyala, motor-motor yang ada di paling depan tidak juga beranjak. Kayaknya para pengendara itu terlalu asyik ngobrol satu sama lain. Setelah menunggu beberapa detik, supir APV jadi kurang sabaran dan langsung ngelakson berkali-kali. Dan apa yang tejadi?
Bukannya beranjak dari situ, para pengendara motor malah murka. Mereka menyetandard motornya di tengah jalan lalu sekitar 8 orang melepaskan helmnya. Selanjutnya terdengar suara Brak…bruk…brak…bruk!!!!
Seperti adegan di film-film Hollywood, rombongan anak muda itu menghantam mobil APV dengan ganas. Mobil malang itu penyok-penyok dan semua lampu depan dan belakang hancur berantakan. Pengemudinya ketakutan bukan main sehingga memutuskan untuk tetap tinggal di dalam mobil.
Puas menghancurkan mobil, semua anak muda itu kembali ke motornya dan meninggalkan tempat itu bagai jagoan di film-film koboy. Astaghfirullah!
Wahai Jakarta…ada apa denganmu? kenapa saya hampir ga mengenalimu lagi? Kenapa bangsa kita berubah drastis dari bangsa yang ramah tamah menjadi bangsa yang sangat pemarah?
Di negeri ini, setan pengadu domba mengintai di mana-mana. Ricuh di istana, kisruh di dalam dan di luar gedung DPR, tawuran di jalan-jalan, perang di Pilkada, perkelahian massal di lapangan sepakbola…hadoh!
Di mana kalian pernah merasa
aman? Tiap bepergian ke luar rumah maut mengintai. Pesawat jatuh, kapal
laut tenggelam, kereta api terguling, bis masuk jurang, perampokan di
taxi, pemerkosaan di angkot. Bahkan jalan kaki di trotoar pun kita bisa
mati diterjang mobil yang dikendarai pengemudi mabuk.
2 komentar:
follow back
Kenapa anda menyebut cuma Jakarta? Bukankah itu sudah budaya Indonesia? Apa anda kira mas A Hok itu pahlawan kalau jadi gubernur DKI? Apa yang anda tahu soal KPK sepertinya jadi maha kuasa atas korupsi di Indonesia ? Belum waktunya orang Indonesia perlu mengerti.
Posting Komentar